Tuesday, September 25, 2007

de dream

terpasung di ruang semu
sudut yang tak bertumpu
dimensi yang membelenggu
begitu dekat namun tak tersentuh
penuh warna namun tak berasa

Tuesday, August 28, 2007

Box Girder Bridge

A box girder bridge is a bridge where the main beams comprise girders in the shape of a hollow box. The box girder normally comprises either prestressed concrete, structural steel, or a composite of steel and reinforced concrete. The box is typically rectangular or trapezoidal in cross-section. Box girder bridges are commonly used for highway flyovers and for modern elevated structures of light rail transport. Although normally the box girder bridge is a form of beam bridge, box girders may also be used on cable-stayed bridges and other forms.

Compared to I-beam girders, box girders have a number of key advantages and disadvantages:
  • Better resistance to torsion, which is particularly of benefit if the bridge deck is curved in plan
  • Larger girders can be constructed, because the presence of two webs allows wider and hence stronger flanges to be used.This in turn allows longer spans
  • More expensive to fabricate
  • More difficult to maintain, because of the need for access to a confined space inside the box
If made of concrete, box girder bridges may be cast in place using falsework supports, removed after completion, or in sections if a segmental bridge. Box girders may also be prefabricated in a fabrication yard, then transported and emplaced using cranes.

For steel box girders, the girders are normally fabricated off site and lifted into place by crane, with sections connected by bolting or welding. If a composite concrete bridge deck is used, it is often cast in-place using temporary falsework supported off the steel girder.

Either form of bridge may also be installed using the technique of incremental launching.

sumber : http://en.wikipedia.org

Thursday, August 2, 2007

de memory

memory tercipta begitu saja
selaras perputaran masa
tanpa diduga tak terencana
meski tak selalu indah
tak juga selamanya perih
akan terus silih berganti
menyisakan makna
yang tak sepenuhnya tergali
akan tetep berarti
untuk pijakan langkah
hingga mimpi ini terpenuhi...

have a nice day..

Wednesday, August 1, 2007

de flower

engkau lah yang aku mau
harapan yang ku tuju
selalu ada dalam pikiranku
bak racun yang merusak pusat sarafku
tak terobati
tak pernah berhenti

you will be my flower...always

Tuesday, July 24, 2007

HARI YANG CERAH UNTUK JIWA YANG SEPI

peterpan's song

sebenernya gua tertarik ama judulnya aja si...hehe
tapi lirik nya oke juga tu..

pagi biar ku sendiri
jangan kau mendekat wahai matahari
dingin hati yang bersedih tak begitu tenang
mulai terabaikan

hari yang cerah untuk jiwa yang sepi
begitu terang untuk cinta yang mati
ah..kucoba bertahan dan tak bisa

kubu langit kelabuku tak begitu luas
seperti memudar kini tak terulang lagi
di hari yang cerah dia telah pergi

hari yang cerah untuk jiwa yang sepi
kucoba bertahan dan tak bisa
mencoba melawan ku melepas

hari yang cerah untuk jiwa yang sepi
begitu terang untuk cinta yang mati
ku coba bertahan dan tak bisa
mencoba melawan ku lepas
semua telah hilang

Monday, July 16, 2007

Mimpi seorang anak lelaki

Tulisan ini di ambil dari aliran email seorang teman yang saya sendiri tak tahu siapa sumbernya..siapapun dia yang pasti punya jiwa yang istimewa.
Seperti biasa Rudi, Kepala Cabang di sebuah perusahaan swasta terkemuka di Jakarta, tiba di rumahnya pada pukul 9 malam. Tidak seperti biasanya, Imron, putra pertamanya yang baru duduk di kelas tiga SD membukakan pintu untuknya. Nampaknya ia sudah menunggu cukup lama. "Kok, belum tidur ?" sapa Rudi sambil mencium anaknya. Biasanya Imron memang sudah lelap ketika ia pulang dan baru terjaga ketika ia akan berangkat ke kantor pagi hari. Sambil membuntuti sang Papa menuju ruang keluarga, Imron menjawab, "Aku nunggu Papa pulang. Sebab aku mau tanya berapa sih gaji Papa ?" "Lho tumben, kok nanya gaji Papa ? Mau minta uang lagi, ya ?" "Ah, enggak. Pengen tahu aja" ucap Imron singkat."Oke. Kamu boleh hitung sendiri. Setiap hari Papa bekerja sekitar 10 jam dan dibayar Rp. 400.000,-. Setiap bulan rata-rata dihitung 22 hari kerja. Sabtu dan Minggu libur, kadang Sabtu Papa masih lembur. Jadi, gaji Papa dalam satu bulan berapa, hayo ?" Imron berlari mengambil kertas dan pensilnya dari meja belajar sementara Papanya melepas sepatu dan menyalakan televisi. Ketika Rudi beranjak menuju kamar untuk berganti pakaian, Imron berlari mengikutinya. "Kalo satu hari Papa dibayar Rp. 400.000,- untuk 10 jam, berarti satu jam Papa digaji Rp. 40.000,- dong" katanya. "Wah, pinter kamu. Sudah, sekarang cuci kaki, tidur" perintah Rudi Tetapi Imron tidak beranjak. Sambil menyaksikan Papanya berganti pakaian, Imron kembali bertanya, "Papa, aku boleh pinjam uang Rp.5.000,- enggak ?""Sudah, nggak usah macam-macam lagi. Buat apa minta uang malam-malam begini ? Papa capek. Dan mau mandi dulu. Tidurlah"."Tapi Papa...". Kesabaran Rudi pun habis. "Papa bilang tidur !" hardiknya mengejutkan Imron. Anak kecil itu pun berbalik menuju kamarnya. Usai mandi, Rudi nampak menyesali hardikannya. Ia pun menengok Imron di
kamar tidurnya. Anak kesayangannya itu belum tidur. Imron didapati sedang terisak-isak pelan sambil memegang uang Rp. 15.000,- di tangannya. Sambil berbaring dan mengelus kepala bocah kecil itu, Rudi berkata, "Maafkan Papa, Nak, Papa sayang sama Imron. Tapi buat apa sih minta uang malam-malam begini ? Kalau mau beli mainan, besok kan bisa. Jangankan Rp. 5.000,- lebih dari itu pun Papa kasih" jawab Rudi. "Papa, aku enggak minta uang. Aku hanya pinjam. Nanti aku kembalikan kalau sudah menabung lagi dari uang jajan selama minggu ini".
"Iya, iya, tapi buat apa ?" tanya Rudi lembut. "Aku menunggu Papa dari jam 8. Aku mau ajak Papa main ular tangga. Tiga puluh menit aja. Mama sering bilang kalo waktu Papa itu sangat berharga. Jadi, aku mau ganti waktu Papa. Aku buka tabunganku, hanya ada Rp. 15.000,- tapi karena Papa bilang satu jam Papa dibayar Rp. 40.000,- maka setengah jam aku harus ganti Rp. 20.000,-. Tapi duit tabunganku kurang Rp. 5.000,- makanya aku mau pinjam dari Papa" kata Imron polos. Rudi pun terdiam. Ia kehilangan kata-kata. Dipeluknya bocah kecil itu erat-erat dengan perasaan haru. Dia baru menyadari, ternyata limpahan harta yang dia berikan selama ini, tidak cukup untuk "membeli" kebahagiaan anaknya.